Kemiskinan dan Ukurannya
Kemiskinan yaitu kondisi dimana sesorang atau kelompok orang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan membuatkan kehidupannya secara bermartabat. Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan sebagai Poverty is concern with absolute standard of living of part of society the poor in equality refers to relative living standards across the whole society (Sumodiningrat, 1999). Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa kemiskin-an terkait dengan batas adikara standar hidup sebagian masyarakat miskin dan menyangkut standar hidup relatif dari masyarakat.
Kemiskinan yaitu ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak. Ketidakmampuan tersebut ditunjukkan oleh kondisinya yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan. Garis kemiskinan merupakan sejumlah rupiah yang diharapkan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan, setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya.
Kemiskinan merupakan konsep dan duduk perkara yang multiperspektif. Dalam perspektif ekonomi, kemiskinan diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan. Dalam konteks ini, sumber daya tidak hanya berupa aspek finansial, melainkan semua jenis kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan dalam arti luas. Dengan indikator materi, ibarat kepemilikan harta benda, income perkapita, maupun konsumsi. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan indikator konsumsi sebesar 2.100 kalori/orang setiap hari yang disetarakan dengan pendapatan tertentu, atau pendekatan Bank Dunia yang menggunakan standar 1 dolar AS/ orang setiap hari. Contoh kemiskinan ini yaitu tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar ibarat sandang, pangan, papan beserta saluran lain, ibarat kesehatan, pekerjaan maupun pendidikan.
Dalam perspektif kesejahteraan sosial, kemiskinan mengarah pada keterbatasan individu atau kelompok untuk mengakses jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam menerima kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas. Keterbatasan individu karena adanya faktor penghambat berupa faktor internal yang bersumber dari si miskin itu sendiri, ibarat rendahnya pendidikan dan adanya hambatan budaya. Sedangkan, faktor eksternal berasal dari luar kemampuan sesorang tersebut, ibarat birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang menghambat seseorang menerima sumber daya. Secara sederhana kemiskinan dalam persepektif kesejahteraan sosial dimaknai sebagai kemiskinan yang pada awalnya disebabkan oleh kemiskinan ekonomi, oleh karena terlalu lama dalam kondisi miskin baik karena faktor tidak disengaja, disengaja maupun karena dipelihara menimbulkan efek domino, berupa patologi atau duduk perkara sosial. Sedangkan resiko saat kemiskinan sudah menjadi duduk perkara sosial yaitu selain harus menyelesaikan duduk perkara ekonomi itu sendiri juga mengatasi duduk perkara sosial yang timbul. Contoh munculnya kriminalitas, budaya malas, korupsi, disparitas sosial yang menimbulkan konflik, dan ketergantungan pada pihak lain.
Kemiskinan juga dapat dipandang dalam perspektif karena dan akibat. Sebagai sebab, kemiskinan merupakan akar dari sebagian besar tindak kriminalitas. Fenomena pencurian, perampokan atau pembunuhan, dan kasus-kasus bunuh diri atau kelaparan disebabkan oleh kemiskinan. Sebagai sebuah akibat, kemiskinan merupakan suatu produk praktek ketidakadilan. Ketidakadilan pemimpin, hukum atau sistem, bahkan ketiganya. Pemimpin yang tidak adil akan menempatkan orang miskin sebagai ’sampah’ yang tidak perlu dipikirkan. Sehingga, pemimpin ibarat ini hanya akan mementingkan kepentingan dirinya dan orang-orang disekitarnya, tidak peduli jutaan orang merintih dalam kemiskinannya.
Ketidakadilan hukum akan menempatkan orang miskin dalam posisi lemah. Apalagi kalau hukum bisa dijualbelikan, maka eksistensi orang miskin akan semakin sulit menerima saluran struktural yang mengeksklusi dirinya. Ketidakadilan sistem akan membuka peluang orang miskin tertindas, karena dalam sistem yang tidak adil, terjadi hukum rimba; yang besar lengan berkuasa dan beruanglah yang berkuasa.
Dengan demikian, secara umum kemiskinan diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang serba terbatas, baik dalam eksesibilitas pada faktor produksi, peluang atau kesempatan berusaha, pendidikan, kemudahan hidup lainnya, sehingga dalam setiap acara maupun perjuangan menjadi sangat terbatas (Sulistiyani, 2004).
0 Response to "Kemiskinan dan Ukurannya"
Post a Comment